Awal mula tarian dolalak
Kesenian Dolalak adalah kesenian khas yang berasal dari kabupaten
Purworejo, Kedu, Jawa Tengah. Kesenian yang menampilkan musik dan tarian
ini merupakan peninggalan pada zaman penjajahan Belanda. Hal itu dapat
dilihat dari baju seragam yang dikenakan para penarinya, sangat kental
dengan pengaruh seragam serdadu Belanda.
Asal kata Dolalak sendiri adalah dari not Do dan La.ndolalak juga sering
disebut sebagai Anggok oleh masyarakat purworejo sendiri,,ini menurut saya kata itu diambil dari kreasi tarian nya yg mengangguk anggukkan kepala(dalam bahasa purworejo/jawa,dinamakan anggok).
disebut sebagai Anggok oleh masyarakat purworejo sendiri,,ini menurut saya kata itu diambil dari kreasi tarian nya yg mengangguk anggukkan kepala(dalam bahasa purworejo/jawa,dinamakan anggok).
Asal mula kesenian dolalak adalah akulturasi budaya barat (Belanda) dengan timur (Jawa). Pada jaman Hindia
Belanda, Purworejo terkenal sebagai daerah atau tempat melatih serdadu dan tentara. Sebagaimana tentara pada jamannya, mereka berasal dari berbagai daerah dan dilatih oleh tentara atau militer Belanda. Mereka hidup di tangsi dan di barak-barak tentara.
Belanda, Purworejo terkenal sebagai daerah atau tempat melatih serdadu dan tentara. Sebagaimana tentara pada jamannya, mereka berasal dari berbagai daerah dan dilatih oleh tentara atau militer Belanda. Mereka hidup di tangsi dan di barak-barak tentara.
Saat
mereka hidup di tangsi tersebut, untuk membuang kebosanan mereka menari
dan menyanyi saat malam hari. Beberapa lainnya ada pula yang melakukan
gerakan pencak silat dan dansa. Gerakan dan lagu yang menarik kemudian
menjadi inspirasi pengembangan kesenian yang sudah ada yaitu rebana
(kemprang) dari tiga orang pemuda dari dukuh Sejiwan, desa Trirejo,
Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, yaitu : Rejo Taruno, Duliyat dan
Ronodimejo.
Ketiga
orang tersebut bersama dengan warga masyarakat yang pernah menjadi
serdadu Belanda membentuk grup kesenian. Awalnya pertunjukan kesenian
tersebut tidak diiringi instrumen, namun dengan lagu-lagu vokal yang
dinyanyikan silih berganti oleh para penari atau secara koor.
Pada
perkembangan berikutnya, setelah dikenal dan digemari oleh masyarakat,
pertunjukan kesenian ini diberi instrumen atau iringan musik dengan
lagu-lagu tangsi yang terasa dominan dengan notasi Do-La-La. Dalam
proses perkembangannya dari pengaruh jaman dan kondisi kemasyarakatan
serta penyajiannya maka kesenian ini kemudian lebih dikenal dengan
sebutan Dolalak (baca: Ndolalak) atau Angguk.
Busana yang dikenakan oleh penarinya terpengaruh nuansa pakaian serdadu
Belanda. Ini dapat kita lihat dari baju lengan panjang dan celana
tanggung dengan warna gelap/hitam, pangkat atau rumbai di bahu dan dada,
kaos kaki dan topi pet serta kaca mata hitam. Sampur dipergunakan
sebagai pelengkap busana yang merupakan kebiasaaan orang Jawa dalam
melakukan kegiatan menari.
Jangan
kaget dan heran, kesenian Dolalak biasanya disajikan selama satu hari
satu malam. Awalnya para penarinya adalah kaum lelaki. Namun pada
perkembangan selanjutnya digantikan oleh perempuan yang masih muda-muda
dan rata-rata cantik jelita. Eheemmm...!!!
Pada
jaman dulu, pementasan kesenian Dolalak dilakukan cukup di halaman atau
teras rumah dengan menggunakan alas tikar atau kepang. Sekarang,
pementasan dilakukan dengan menggunakan panggung yang luas dan sound
system yang menggelegar.
Jumlah
penari rata-rata 12 – 14 orang ditambah pengrawit musik sekitar 10
orang. Sebelum kesenian Dolalak mengalami perubahan dan perkembangan,
alat musik yang dimainkan hanya berupa 3 rebana (kempreng), kendang,
kecer dan bedug atau jidur. Namun, saat ini telah banyak perubahan yang
dilakukan oleh seniman-seniman Dolalak, baik itu dari lagu, cengkok,
tarian sampai iringan musiknya.
Alat
musik Dolalak saat ini juga semakin bertambah banyak. Rata-rata semua
Group Dolalak yang ada di Purworejo sudah menambah alat musiknya dengan
keyboard, gitar, bas, cuk, dan drum. Sehingga setiap pementasannya juga
mampu menampilkan lagu-lagu dangdut maupun campursari.
Sajian
Tari Dolalak menampilkan beberapa jenis tarian yang tiap jenis
dibedakan dengan perbedaan syair lagu yang dinyanyikan dengan jumlah 20
sampai 60 lagu. Pada tiap pergantian lagu akan berhenti sesaat sehingga
ada jeda tiap ragam geraknya. Sebenarnya cengkok lagu yang ada di
Dolalak sangat mudah dipelajari karena syairnya memakai gaya berpantun.
Syair lagu menggunakan bahasa Indonesia dan jawa yang romantis, berisi
nasehat, sindiran dan pesan-pesan.
Hingga
saat ini pengembangan tarian tradisional Dolalak tidak saja di kelompok
tari/grup. Pemerintah Kabupaten Purworejo melalui Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan melakukan pembinaan dan pelatihan hingga sekolah-sekolah di
seluruh Kabupaten Purworejo. Bahkan telah dipentaskan secara massal oleh
siswa pada Peringatan Hari Pendidikan Nasional Tahun 2009 di Alun-alun
Purworejo dan seluruh Kecamatan se-Kabupaten Purworejo dengan jumlah
peserta 2.100 anak di Alun-alun dan sekitar 16.000 siswa di semua
kecamatan.
Kesenian
Dolalak merupakan hiburan atau tontonan yang meriah dan senantiasa
menjadi kebanggaan masyarakat Purworejo. Pada era 90-an, kesenian
Dolalak benar-benar menjamur diseluruh Kabupaten Purworejo. Hampir
setiap desa membentuk rata-rata satu Group kesenian Dolalak. Pokoknya
laris manis. Tapi semenjak tahun 2000, kesenian ini semakin lama menuju
kepunahan.
Biasanya,
kesenian Dolalak dipentaskan pada acara hajatan baik itu orang menikah,
sunatan maupun syukuran. Namun banyak juga yang mementaskannya dalam
acara-acara resmi di kabupaten serta peringatan hari besar. Seandainya
ingin menikmati kesenian dolalak dan merasakan sentuhan magicnya, saya
sarankan menonton di malam hari.
Oh ya, dalam pementasan Dolalak para penari Dolalak bisa mengalami trance lho, yaitu suatu kondisi mereka tidak sadar karena sudah begitu larut dalam tarian dan musik. Ini yang saya katakan diatas sebagai sentuhan magicnya. Terkadang saat sudah mengalami trance yang diminta juga aneh-aneh. Misalnya makan kembang, kaca, bara api, kemenyan dan minum air kelapa muda.
Namun, sesuai perkembangan jaman juga, saat ini penari-penari Dolalak sudah tergolong pintar. Mereka tidak lagi makan kaca atupun minta menyan, yang diminta sekarang kebanyakan Sprite, Coca-Colla, ayam bakar dan bahkan pernah ada yang minta martabak dan terang bulan...hehehehee. Dasar.
Tapi
yang sebenarnya membuat penonton tergila-gila dan tertarik dengan
Dolalak bukan semata-mata atraksi magicnya. Bagi kaum laki-laki baik
muda maupun tua saya sarankan sebelumnya harus kuat iman dan senantiasa
ingat anak istri sebelum menyaksikan kesenian Dolalak. Para penari
Dolalak sekarang, disamping masih gadis-gadis belia mereka juga
rata-rata bisa dibilang cantik jelita. Apalagi jika sudah mengenakan
baju seragamnya yang sebelumnya dibacakan mantera-mantera.
Byuuuuuuhhhhh....bikin nggak kuaaat. Hahahahaha.
Rambut
mereka yang rata-rata panjang juga semakin menambah daya tarik
tersendiri. Apalagi saat ini celana yang mereka gunakan termasuk
dibilang sangat pendek. Otomatis paha para penari yang dibalut stoking
itu pun semakin terlihat...indah banget. Hehehe pingin ya?
Peringatan penting untuk kaum lelaki jika ingin menonton kesenian Dolalak.
Jangan
pernah menatap mata para penarinya. Silahkan tatap tarian, goyangan
badan bahkan paha-paha mulus para penarinya atau berjoget bersama
mereka, tapi tetap jangan pernah menatap mata penarinya. Jika saat
mereka menari dan kita bertatap mata kemudian diberikan secuil senyuman
oleh mereka. Heemmmmm, alamat..!!! Sampai pagi subuh pun anda akan malas
untuk beranjak pulang.
Sumber : http://putropurworejo.blogspot.com/2010/04/asal-mula-ndolalakanggoktarian-khas.html
0 komentar:
Posting Komentar